BAB
III
Asal
Usul Daya Taman Dalam Cerita Rakyat
A. Cerita
kejadian manusia pertama
Orang taman,sebagaimana juga orang
daya lainnya sepanjang yang diketahui sampai kini tidak mempunyai tulisan
sendiri dan baru mulai mengenal tulisan setelah adanya sekolah misi Katolik.
Oleh karena itu, sejak dulu yang bersifat sejarah dan adat yang hidup disampaikan
secara lisan dalam bentuk cerita dari generasi ke generasi berikutnya, dari
kakek/ nenek kepada cucunya atau orang tua kepada anak – anaknya. Dalam cerita
rakyat yang diketahui oleh pada umumnya orang Taman di ceritakan bahwa setelah
Alaatala’ menciptakan (manyunyua) langit dan bumi serta berbagai isinya,
Alaatala menungaskan memberi kuasa pada Sampulo untuk membuat manusia sesuai
dengan gambaran diri pribadi Sampulo dan
mengajar manusia tentang hidup. Menurut orang taman, Alaatala itu panyunyua,
artinya hanya dengan kehendaknya segala sesuatu terjadi seketika tanpa bahan
dan alat. Dia berupa roh kekal dan dianggap sebagai sumber keselamatan bagi
manusia. Tidak ada persembahan terhadapnya, kecuali doa untuk meminta agar
hidup hidup selamat, terhindar dari penyakit dan marabahaya, juga merupakan
tingkatan akhir dan tertingi ketika manusia memohon keselamatan. Persemabahan
sesajen dilakukan, misalnya terhadap roh – roh halus yang dianggap sebagai dewa
– dewi dan leluhur saja, bukan terhadap Alaatala. Kepercayaan terhadap Alaatala
ini menurut orang taman sudah ada jauh sebelum kedatangan agama Hindu, Budha,
Islam, Katolik dan Protestan.
Sebelum Sampulo melaksanakan tugas
ia merasa perlu mempunyai teman untuk membantunya. Unutk itu, dia menoreh sedikit
tangannya hingga berdarah. Darah itu dikibas dari tangannya dan seketika itu
juga muncul seorang laki – laki yang tampan bernama Kunyanyik yang di anggap
sebagai suami dari Sampulo. Orang taman biasanya menyebut piang Sampulo dan bai Kunyanyik. Sampulo turun kebumi di suatu
taman yang sangat indah penuh dengan berbagai macam bunga dan pohon buah –
buahan. Di taman itulah sampulo bersama suaminya membuat manusia pertama
berpasangan, yaitu seorang laki – laki dan perempuan. Di sekitar taman itu
terdapat tanah subur dengan berbagai macam tumbuh – tumbuhan dan di situ juga
hidup berbagai macam hewan. Mereka memilih tempat itu agar manusia pertama dan
ketuturannya senang tinggal di daerah itu tidak kekurangan makanan. Untuk
beberapa lamanya Sampulo dan Kunyanyik hidup bersama dengan pasangan manusia
pertama untuk mengajar mereka tentang adat
tio’, yaitu pengetahuan tentang bagaimana seharusnya hidup dijalani oleh
manusia selama hidup dibumi dan setelah meninggal. Setelah itu Sampulo dan
suaminya kembali ke langit lapisan delapan, tetapi mereka tidak pernah menyebut
menyebut masing – masing dari lapisan langit tersebut. Yang masih mereka ingat
hanya lapisan langit pertama sampai lapisan ketiga yaitu suan, suan selo , dan suan badulang. Tempat yang indah yang
disebut dalam cerita ini adalah terletak di bagian hulu Sungai Kapuas sebelah
kanan mudik dan di perkirakan antara Sungai Balang dan Riam Balunkaan ( riam
ini dikenal juga dengan nama “ Riam Pampit Nasi” ). Ditempat inilah Sampulo dengan dibantu oleh suaminya melaksanakan
tugas membuat pasangan manusia pertama itu.
Yang terakhir diajarkan oleh
Sampulo dan suaminya adalah kehidupan kekal sumangat
ini terbagi menjadi dua bagian. Pertama, tempat kebahagian abadi penuh suka
cita dalam ruang yang indah gemerlapan. Kedua, tempat kesengsaraan abadi penuh
pertengkaran dan perkelahian dalam ruang yang kotor.
Yang mengadili dan menempatkan sumangat seseorang yang telah meninggal
dunia masuk ke salah satu tempat abadi itu adalah Iyangsuka makhluk ciptaan Alaatala yang bersifat roh berupa
manusia. Menurut beberapa informan, terutama dari Baromas Jabang Balunus salah
seorang tokoh daya, yang bersangkutan adalah Daya Taman bahwa berbagai tempat
penting yang harus dilewati atau disinggahi oleh sumangat orang yang baru meninggal antara lain sebagai berikut.
a.
Tingkado’an
sumangat tu mate, artinya tempat sumangat orang meninggal melompat dari perahunya kedaratan untuk
memulai perjalanan menghadap Iyangsuka menuju
tempat tinggal abadi.
b.
Kemudian sumangat harus menyeberangi danau kambugain dengan memakai peti mayat sebagai perahu.
c.
Setelah itu, sampai ditempat yang
disebut Paembangembangan Pana’napisan.
d.
Selanjutnya, sampai di Batang Sapali sebuah gelondongan kayu
(batang) yang melintangi jalan seperti ular dapat menegecil dan membesar.
e.
Dari situ sumangat pergi kebukit tilung
dan mendaki sampai kepuncaknya.
f.
Setelah sampai ke puncak bukit Tilung menuju tempat Dom Sampung, yaitu suatu tempat yang
gelap gulita (Dom = gelap, sampung =
sementara).
g.
Kemudiaan menuju Pondo’an Bunga suatu taman yang penuh
dengan berbagai jenis bunga yang indah dan harum baunya.
h.
Dari taman bung in i menuju tempat piang parukruk ulu, yaitu seorang nenek
tua yang kerjanya setiap hari adalah menenam berbagai tanaman seperti tebu,
keladi, ubu kayu, dan ubi rambat untuk memberi makan setiap Sumangat sebab di
tempat ini sumangat sudah lapar dan haus.
i.
Setelah itu, sumangat menuju tempat
piang parapak ku’kurak (parapak= orang
menyiangi,ku’kurak = kura- kura), seorang nenek yang mau kerja keladang.
j.
Dari parapak Ku’kurak pergi ketempat piang
sinsiung amas seorang nenek yang mempunyai kebun buah – buahan tidak jauh
dari rumahnya. Piang siung amas ini
diberi kuasa oleh Alaatala untuk
menyuruh sumangat meneruskan
perjalanannya melalui jalan cabang kiri jalan kematian atau menyuruh sumangat
kembali melaalui cabang jalan kehidupan seperti pada cerita percintaan Sulingbunyo dan Bungaelo ini.
k.
Sumangat
yang disuruh mengikuti jalan cabang kiri itu
mula – mula sampai ke tempat Palelentean
Uwe Sa, yaitu suatu titian dari seutas rotan (uwe).
l.
Akhirnya, sumangat sampai dirumah panjang soo
tempat iyangsuka tinggal.
Ditempat ini ramai oleh sumangat orang
makan minum bersama, bergembira menyambut kedatangan sumangat orang yang baru meninggal.
m.
Benua
So’soak dan Banua
Ti’asu. Kedua tempat ini merupakan tujuan terakhir perjalanan sumangat dari orang meninggal.
B. Asal
Usul Orang Taman
Dalam cerita rakyat dikatakan bahwa
dari keturunan Idi’ilangilangsuan dan Tinak ( yang dianggap nenek moyang umat
manusia) yang sudah begitu banyak setelah sekian lama manusia hidup didunia ini
terdapat di antaranya sepasang suami istri, yaitu Sapinangsalowe dan Indusia’
ini di anggap oleh orang Taman sebagai awal mula adanya orang Taman atau dengan
kata lain nenek moyangorang Taman. Oleh karena itu, orang Taman menyebut mereka
dengan sebutan kakek (bai’) dan nenek (piang). Mereka mempunyai delapan orang
anak terdiri dari tujuh orang laki – laki dan satu orang perempuan. Keluarga
ini termasuk yang selamat, karena membuat rakit ketika terjadi bencana alam
berupa air bah yang menutupi permukaan bumi bahkan gunung – gunung tinggi juga
tertutup air ( rabon aek ). Bai’ SapinangSalowe itu orang pintar tahu melihat
pertanda alam. Disamping itu, ia diberi Alaatala kemampuan untuk meramal
berbagai peristiwa penting yang akan terjadi. Oleh karena itu, sebelum air bah
datang, ia sudah mengetahui bahwa akan terjadi air bah datang, ia sudah
mengetahui akan terjadi iar bah dan ia sudah menyiapkan rakit besar sebelum
terjadi air bah. Ia memberi tahukan pada orang bahwa kemungkinan dalam waktu
dekat akan terjadi banjir besar dan mengajak untuk membuat rakit. Akan tetapi
ia diejek dan dianggap melakukan perbuatan sia – sia saja. Ia tidak ambil
peduli dengan pembicaraan orang – orang yang menggangapnya sebagai orang aneh,
sebab ia yakin akan terjadi banjir besar yang menyusahkan manusia. Pada saat
air bah datang, semua binatang peliharaannya, berbagai tanaman dan semua bahan
makan sudah dinaikkan kedalam rakit dan mereka juga naik kedalam rakit
menyelamatkan keluarga itu. Ketika air surut kembali, ternyata mereka tidak
lagi berada ditempat mereka dulu pernah tinggal,karena selama air bah itu
mereka terbawa oleh arus dan angin. Mereka dan rakit pada air surut kandas
disuatu tempat yang sekarang ini disebut Sekadau. Di daerah Sekadau tersebut ada sebuah anak
sungai yang dinamakan Sungai Taman,anak sungai Kapuas. Dinamakan demikian untuk
mengenang bahwa tempat itu adalah tempat dimana pertama orang Taman setelah air
bah. Sapinangsalowe membuat perumahan di pinggir yang sekarang dinamakan sungai
taman. Orang Taman dulu memang pernah
tinggal disekitar Sungai Tamandaerah sekadau, kemudian terdesak oleh pendatang
orang melayu dan juga orang cina kepedalaman daerah Kapuas Hulu. Orang melayu
datang untuk menyebar agama islam, berdagang dan bercocok tanam. Sedangkan
orang Cina datang untuk berdagang dan bercocok tanam. Orang Melayu dan orang
Cina berusaha untuk menguasai berbagai tempat yang potensial pertumbuhan
ekonomi di sepanjang pantai dan pinggir sungai yang bertanah subur, tempat
banyak barang tambang dan banyak ikan. Di beberapa daerah tempat orang Taman
pernah bermukim masih terdapat peninggalan berupa bekas tiang rumah panjang dan
pohon buaah – buahan. Misal didalam tanah Sula dalam wilayah Bika’masih
terdapat peninggalan berupa tiang rumah panjang di tengah – tengah danau Sula
untuk pertahanan dari serangan musuh. Bika’ terletak 17 km dari Putussibau
melalui jalan darat. Menurut orang Taman nama Bika’ berasal dari sebutan orang
Taman, yaitu baika’, artinya kakek kita. Sebutan itu untuk menunjuk bahwa dulu
orang Taman pernah bertempat tinggal di daerah itu. Kemudian disebuah pulau
kecil di nanga Sungai Sibau terdapat banyak pohon buah – buahan peninggalan
orang Taman pada saat bertempat tinggal di daerah itu.
Kampung Banuasio, Sauwe, Samangkok,
Malapi, Ingkoktambe, Sayut dan Uranguansa merupakan kampung tempat tinggal menetap orang Taman sekarang ini.
Kapan menetap tinggal dikampung itu tidak diketahui dengan pasti. Yang dapat
diketahui adalah sebelum pemerintahan kolonial Belanda di daerah Kapuas Hulu,
orang Taman yang lain, yang kemudian lebih sering disebut dengan ‘nama sungai’
mereka tinggal sebagai pengenal nama suku, tersebar di sepanjang Sungai
Embaloh, Lauk, Palin, Leboyan, Mandai, Kalis, dan Paniung.
Kembali dengan cerita
Sapinangsalowe, setelah membuat rumah, menanam berbagai tanaman dan menncarikan
tempat ternak, kemudian bersama tujuh orang anak laki – laki merantau
(manamowe) berkeliling dunia selama puluhan tahun. Dalam cerita dikatakan bahwa
mereka meratau sampai ke pinggir langit (ka’kapi’suan). Dalam perjalanan mereka
terlindung panas matahari dan hujan karena selalu di ikuti oleh Anaklalung
(disebut juga dengan Lindap), yaitu sekelompok awan gelap yang berada tidak
jaug dari kepala mereka. Setelah mereka memperoleh banyak barang seperti
pakaian, perhiasan dan peralalatan rumah tangga barulah mereka kembali ke
kampung. Kemudian semua barang hasul mereka merantau itu oleh Sapinangsalowe
dibagikan kepada delapan anaknya. Anak perempuan satu – satunya bukan hanya
mendapat barang tetapi juga mendapat Anaklalung untuk melindunginya dari panas
dan hujan pada saat ia bekerja diladang. Hal itu membuatnya tambah rajin, ulet
dalam bekerja dan tambah cantik sampai saat menjadi tua. Dengan demikian
walaupun anak perempuan tidak pergi merantau seperti laki – laki, ia dapat
membeli berbagai keperluan hidup dengan hasil ladang yang ia peroleh.
Dari sekian banyak harta yang
sangat berharga, yaitu sebuah buku yang berisi ajaran adat hidup ( adat’tio)
yang berasal daripiang Sampulo dan Bai Kunyanyik. Buku itu dibungkus dengan
bagian ujung cawat yang dipakai Sapinangsalowe. Pada waktu ia berenang menjadi
basah dan hancur seperti bubur. Ia berusaha untuk mengembalikan buku itu dengan
menjemur buku itu,tetapi ketika buku yang sudah hancur itu mulai kering tiba –
tiba bertiup angi kencang menerbangkan lembaran buku – buku yang tidak utuh
lagi itu dan pada saat itu juga menjelma menjadi burung. Karena itu, orang
Taman percaya bahwa ada burung yang dari arah terbang atau suara dianggap
sebagai petunjuk baik dan buruk kepada manusia tentang hasil atau akibat dari
suatu pekerjaan.
Cerita tentang Sapinangsalowe dan
Indusia’ ini menunjukkan bahwa orang taman menyadari bahwa setiap suku bangsa
memounyai sejarah masing – masing termasuk Taman sendiri. Pesan yang terkandung
dalam cerita ini antara lain perlunya persiapan untuk menghadapi berbagai hal
yang akan terjadi. Diperlukan sikap kecintaan tidak saja kepada diri sendiri,
tetapi semua orang termasuk hewan dan tumbuh – tumbuhan sebagaimana dilakukan
oleh Sapinangsalowe yang merantau (manamowe)
jauh bersama ketujuh anak laki – lakinya merupakan pengajaran bagi laki
– laki orang Taman untuk juga pergi merantau.
Setelah orang tua kedelapan bersaudara itu meninggal, mereka
kehilangan pemimpin dalam kehidupan bersama mereka. Ternyata delapan bersaudara
itu , yaitu Tali adik beungsu mereka, mereka sanagt berambisi menjadi pemimpin
sebagai pengganti orang tuanya. Sebagai adik bungsu, ia begitu disayangi oleh
saudara – saudaranya yang sering mengalah untuk memenuhi keinginannya. Untuk
mewujudkan ambisinya itu, ia mengajak saudara – saudaranya menuba ikan disebuah
danau yang cukup jauh dari rumah dari
orang tua mereka tempat mereka tinggal. Tidak ada yang tidak setuju karena
musim kemarau air danau dalam keadaan dangkal dan saat yang sanhggat tepat
untuk menuba ikan. Sesampai mereka di danau mereka langsung menuba dan ikan nya
sangat banyak sekali. Menjelang malam hari si bungsu mengajak saudara –
saudarnya membuat pondok kecil untuk tempat mereka berlindung dimana hujan
turun. Namun ajakan si bungsu di tertawakan oleh saudara – saudaranya sebab
tidak ada sama sekali tanda – tanda hujan turun. Sambil bergurau mereka
menunjuk ke langit biru bahwa langit biru itulah atap mereka,sambil terus
mengumpulkan ikan. Ternyata si bungsu membuat pondok juga walaupun saudara –
saudaranya memandang tidak perlu membuat pondok. Setelah pondok selesai
bilamana hujan turun akan ada seseorang yang masuk kepondok tersebut berarti
bersedia di pimpin oleh Tali. Karena tidak ada melihat tanda – tanda cuaca
buruk dan si bungsu juga tidak sungguh
dengan apa yang dikatakannya dan semuanya menyetujui pernyataan itu. Saudara –
saudaranya ini tidak mengira sama sekali bahwa Tali licik dan memang ingin
menjadi pemimpin. Si bungsu merendam batu keramat (batu barani) peninggalan
ayah mereka pada waktu hari mulai gelap tanpa setahu saudara – saudaranya. Batu
keramat itu kalau direndam akan membuat cuaca menjadi sangat buruk. Tidak lama
kemudian hujan lebat disertai angin kencang , petir dan guntur. Karena cuaca
buruk dan hari pun sudah malam mereka tidak bisa kembali kerumah dan tidak
dapat membuat pondok untuk tempat berlindung. Mula – mula mereka bertahan
diluar karena mereka baru tahu bahwa tali benar – benar dengan peryataannya.
Akan tetapi Tan sebagai saudara tertua mengajak dan berunding dengan saudara
lainnya untuk masuk ke pondok Tali terutama kasihan terhadap saudaranya yang
perempuan. Pulok tidak setuju dengan ajakan Tan karena persyaratan yang dibuat
Tali itu di anggap tidak patut. Seharusnya dan yang di anggap patut sebagai
pemimpin adalah Tan saudara tertua mereka. Oleh karena itu, ia tetap bertahan
diluar di pinggir pondok . yang lima orang mengikuti saja ajakan Tan dan
bergabung dengannya karena taat pada saudara tertua dan menggangapnya sebagai
pemimpin. Akan tetapi dengan begitu mereka terjerat oleh pernyataan Tali dan
dengan demikian Tali lalu menjadi pemimpin mereka semua, kecuali terhadap
pulok. Pada malam itu juga Tali mengajak saudaranya menghitung bintang di
langit di muali dari yang tertua berurutan. Mereka juga setuju dengan anggapan
ini karena dianggap lucu dan menyenangkan. Sebelum itu Tali engambil batu
keramat yang direndamnya dan seketika itu cuaca menjadi baik, bintang dilangit
kelihatan sangat jelas. Mereka membuka sabagian atap pondok agar dapat melihat
dengan jelas kelangit. Mereka menerima saja kekalahan dalam menghitung bintang,
kecuali Tali karena pada saat gilirannya hari hampir subuh (anada uko) dan
bintang yang masih terlihat masih sedikit. Mereka menerima saja kekalahan
dengan maksud supya adik bungsu mereka senang, walaupun mereka tahu bahwa
bintang banyak itu sudah tidak kelihatan lagi karena sudah mulai terang.
Rupanya, kemenangan yang dihitung oleh Tali untuk memperkuatnya jadi pemimpin.
Pulok juga tidakikut lomba menghitung bintang, sebab gagasan itu dianggapnya
aneh dan mustahil dilakukan. Oleh karena itu Tali hanya menjadi pemimpin
terhadap kelompok Tan saja, tidak termasuk Pulok. Perpecahan diantara mereka
bersaudara inilah yang di pandang sebab terbaginya mereka ats tiga golongan
keturunan (kanturun), yaitu kelompok
Tan menjadi “Banua” dengan keturunan disebut kanturun “banua” , Pulok
menjadi golongan “Pabiring” dengan
keturunan disebut kanturun “Pabiring” dan Tali menjadi golongan “ samagat” dengan.
Bagaimana orang Taman melihat keberadaan tiga golongan keturunan ini, tergambar
dalam ucapan mereka sendiri sebagai berikut : Ingki’in nin serta tamatoa jolo ki,’ ampua bai’ Sapinangsalowe nana
piang Indusia’ ki, anjauki’ tu ilenang, ko’ poang injua, si kule’ anakan ara
lapan parin tabarikan, ta talu kalea ( kita ini satu nenek moyang, cuci
dari kakek Sapinangsalowe dengan nenek Indusia’, tidak ada yang dibedakan,
hanya karena anak mereka delapan bersaudara tidak cocok maka mereka membagi
diri dalam tiga golongan). Dari ucapan ini jelas bahwa keberadaan ketiga
golongan itu selamata – mata merupakan pembagian saja, bukan pemisahan dan juga
bukan suatu pelapisan diantara banua banua,
pabiring,dan samagat. Dan ucapan
seperti anjauki’tu ilenang ( tidak
ada yang dibedakan diantara kita ) itu menuntun saya pada pandangan bahwa
masyarakat Taman lebih tepat dilihat sebagai masyarakat yang pada dasarnya
berstruktur egaliter.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar